Senin, 29 Oktober 2012

Seperti itukah guru di negeriku?


Seperti itukah guru di negeriku? :(

Selama ini dengan mudah mereka menggemborkan “Pendidikan Karakter” di sekolah. Saya hidup di Sekolah Menengah Pertama, tak berbeda dengan sekolah lain sekolahku selalu menggemborkan sebuah “Pendidikan Karakter” setiap pembelajaran.
Guru yang selama ini mendidik  muridnya dengan pendidikan karakter hanya bermodal bualan mulut semata. Entah apakah semua guru di negeri ini seperti itu, aku tak tau karena aku belum pernah mensurveinya satu persatu.

Pada nyatanya, pendidikan karakter itu tidak juga berpengaruh dalam kalangan pelajar. Menyontek masih menjadi hal biasa yang ditekuni setiap siswa. KKM yang tinggi menuntut mereka untuk melakukan sebuah kesalahan terbesar dalam hidup, Tidak Percaya Diri.
Seperti itukah guru di negeriku? Seorang pengajar yang menyukai cara instan dan tak menyukai proses. Semua ini memuakan, ketika aku berusaha sungguh sungguh untuk belajar namun mereka tak mengahargainya.

Seperti itukah guru di negeriku? Seorang pengajar yang dengan mudah memberi nilai secara subjektif kepada murid kesayangannya? Sungguh aku tak menyukai ini!
Seperti itukah guru di negeriku? Seorang pengajar yang tak mau tahu dan menunggui proses kami belajar di kelas.

Seperti tadi di kelasku, seorang guru mengajar seperti biasanya. Namun kali ini ujian praktek berkelompok. Dengan bangga ia berkata : “Saya akan mengambil nilai kelompok dan individu, bagaimana anda bekerja dalam kelompok tersebut,” oke done, dua jam pelajaran jatahnya untuk menunggui kami belajar dalam tugas kelompok tersebut. Namun pada jam pertama ia pergi entah kemana, dan aku sudah bekerja dalam kelompok. Tempel, David dan Ulil juga sudah selesai dengan urusan ini. lantas bagaimana kami memperoleh nilai jika gurunya saja tidak ada?

Pada jam pelajaran kedua guru itu datang, tugas kami adalah membongkar setrika yang sudah rusak dan merangkainya kembali. Kelompok kami sudah selesai dan sudah dinilai hasil yang berupa tulisan. Mendapat nilai sempurna A. Namun ia tiba tiba datang dan mengurangi nilai kelompok kami dengan alasan ada sedikit bagian dari setrika itu yang pecah dan menuduh kami memecahnya. Padahal itu memang sudah pecah dari 
tadi sewaktu belum dibongkar.

Sempat terjadi perbantahan antara aku dan beberapa temanku dengan guru itu. Namun nyatanya bagaimana? Nilai kami dikurangi tanpa alasan yang mendukung. Ini bukan salah kami! Salah siapa juga pergi tanpa alasan dan tidak melihat kinerja kami dalam kelompok?

Ya Tuhan, seperti inkah guru di negeriku? Raweeeeeeeeeerrrrrr :s

Minggu, 21 Oktober 2012

Catatan satu..

Belum selesai aku merangkai semua ini. Beban hidup yang tersembunyi dalam senyum kecilmu, membuat semakin banyak orang untuk mencerca apa yang kau lakukan. Menjadi seorang detektif untuk semua gerak gerikmu.

Tak peduli apa yang sebenarnya terjadi. Akupun masih bingung, enggan untuk bertanya karena perlahan namun pasti aku akan menyelesaikan pecahan kaca yang berserakan dalam hidupmu.
Satu demi satu pecahan kaca itu kau beri padaku. Dan sedikit demi sedikit pecahan itu kurangkai menjadi bentuk sediakalanya saat kau mulai bosan dan memutuskan untuk memecahnya.
Cercaan itu keluar dari mulut ke mulut yang lain, begitu seterusnya. Engkau peran utama dalam panggung ini. Realita tanpa sutradara yang dengan sendirinya menghipnotismu untuk mengawali peran yang kau pegang.

Dan saat realita memaksamu untuk melenceng dari peran, kau tunduk!. Kau hanya menjadi robot yang diperbudak oleh hidup yang seharusnya kau perbudak, menjadi babu dalam sebuah perusahaan yang kau pimpin sendiri.

Dan mau tidak mau, kau harus melanjutkan peranmu. Peran yang kau buat untuk membuat penonton berdiri tegap dalam api kemarahan. Kapan peran ini akan kau usaikan? Menjadi drama yang mendapat tepuk tangan dari setiap orang.

Belum berakhir. Realita memaksamu untuk berkhianat dalam kehidupan. Permusuhan yang kau awali dari sebuah pengkhianatan akan menjadi fatal akibatnya.
Sayang, realita ini tak mengizinkan senyummu menutupinya. Justru terpancar dalam sosok yang kau perankan.
Aku tak bisa menebak apa yang ada dalam pikiranmu. Entah kebahagiaan, kebohongan atau penderitaan yang terpikir olehmu. Cukup, akan kucermati pecahan kali ini.

Teriknya surya yang memancar dalam pagiku tak bisa membangunkanku dalam mimpi yang kulihat. Rasanya enggan sekali untuk membuka mata. Sukma ini tak kuasa menahan beban yang harus dijalani. Malam tadi, aku menjajah kertas demi kertas untuk tugas yang kejam namun tak berdosa. Pagi ini terasa berat.

Ponselku berbunyi. Mataku membuka, perlahan dan menutup lagi. Nyawaku belum kembali dari peristirahatanya. Samar, terlihat namamu dalam deretan new message. Jengkirat, seketika semua nyawa sudah terkumpul dengan sendirinya melihat pesan darimu.
Sejuta persen, mataku sudah terbuka. “Aku mati,” kalimat sederhana yang kau tulis, cukup mengejutkan bagiku. Aku khawatir. Pecahan kaca kali ini, membuatku bingung. Tak biasanya kau patah dalam senyum yang engkau tebar. 

Wait, satu jam lagi kita akan bertemu di sekolah..

“Rur, Ruri kesini! Cepet.” Aku menghampiri margaret yang siap bercerita tentang kaca yang kau pecahkan. Kudengarkan dengan seksama bak anak TK yang diajar oleh guru favoritnya.
Ohh apa lagi ini, Ya Tuhan? Apa aku tak salah dengar. Lagi lagi realita memaksamu untuk bermain peran yang salah. Apa kau tak punya hati sebagai pengkhianat?. 

Terbongkar sudah kedokmu sekarang. hubungan spesial yang kau rajut dengan kekasih sahabatmu sendiri sudah terekam oleh bibie kehidupan. hahaahaaa lantas saja mereka memanggilmu "Kimcil" sebenarnya aku tak sependapat dengan mereka, kaupun mempunyai hak untuk dipanggil dengan sebutan namamu sendiri. entahlah~
Katamu dulu kau tak suka, kau enggan mengkhianati sahabatmu. Aku termangu mendengar ‘gosip’ pagi ini. Semua membencimu, tak terkecuali aku. Maaf, aku bukan penengah yang baik.

 Dentingan jam menemani pagimu kini. Sendiri, kosong bagai ruang hampa yang tersingkir oleh dunia nyata. Temanmu hilang, tiada lagi yang ingin menyandingmu sebagai seorang teman. 

yaa, sekarang merekalah temanmu! kaum upay. Tak biasanya orang sepopuler kau bergaul dengan kaum upay, kau peran utama dalam panggung ini.

Dan sepertinya, drama diatas panggung ini akan berakhir. Dengan akhiran sad ending. Kau sudah tak punya teman lagi, dikelas kau hanya diam dan terisolir. Sungguh melas raut wajahmu jika kau saksikan sendiri!.

Dan sekali lagi, kau temanku!. Sehina apapun dirimu, aku tetap menjadi temanmu. Teman yang setia menjadi penengah dalam segala masalah. aku tahu, dengan apa yang aku lakukan satu kelas akan membenciku karena aku berteman dengamu. baiklah akan kuhampiri~

Jangan menangis! Jangan hancurkan senyum yang membalut sedihmu. Akhiri semua ini, minta maaflah dengan mereka demi nama baikmu.

Pecahan kaca ini terlalu bening untuk kubersihkan nodanya. Aku tak sanggup melihat noda yang senantiasa menjadi devil dalam hidupmu. 

Dua hari telah berlalu, kau sudah minta maaf didepan kelas dengan tetesan air mata yang bercucur jatuh mengisi resapan karpet biru itu.


Dalam maafmu, kau tuturkan sebuah janji yang akan kau tepati untuk merubah sikapmu. semua orang diruangan ini tersentuh oleh bibir manismu yang terbalut air mata.

 Ternyata aku salah. Kukira semua ini akan sad ending, namun bagimu semua ini adalah happy ending. Tidak!. Ini adalah Remuks ending. Ikhlas, semua tak ikhlas memaafkanmu. Toh sama artinya, kau masih berada dalam panggung sandiwara yang dikuasai realita ini. Semua ini kebohongan. Remuks Ending berpihak kepadamu..

dan sudah berlalu, hingga kini tak kutemukan perubahan dalam sifatmu seperti yang kau janjikan. justru semakin menjadi-jadi.. hahaahaaa inilah manusia :)

 "Teman yang baik adalah ketika ia berani menanggung resiko saat membelamu,"