Belum selesai aku
merangkai semua ini. Beban hidup yang tersembunyi dalam senyum kecilmu, membuat
semakin banyak orang untuk mencerca apa yang kau lakukan. Menjadi seorang
detektif untuk semua gerak gerikmu.
Tak peduli apa yang
sebenarnya terjadi. Akupun masih bingung, enggan untuk bertanya karena perlahan
namun pasti aku akan menyelesaikan pecahan kaca yang berserakan dalam hidupmu.
Satu demi satu pecahan
kaca itu kau beri padaku. Dan sedikit demi sedikit pecahan itu kurangkai
menjadi bentuk sediakalanya saat kau mulai bosan dan memutuskan untuk
memecahnya.
Cercaan itu keluar dari
mulut ke mulut yang lain, begitu seterusnya. Engkau peran utama dalam panggung
ini. Realita tanpa sutradara yang dengan sendirinya menghipnotismu untuk
mengawali peran yang kau pegang.
Dan saat realita
memaksamu untuk melenceng dari peran, kau tunduk!. Kau hanya menjadi robot yang
diperbudak oleh hidup yang seharusnya kau perbudak, menjadi babu dalam sebuah
perusahaan yang kau pimpin sendiri.
Dan mau tidak mau, kau
harus melanjutkan peranmu. Peran yang kau buat untuk membuat penonton berdiri
tegap dalam api kemarahan. Kapan peran ini akan kau usaikan? Menjadi drama yang
mendapat tepuk tangan dari setiap orang.
Belum berakhir. Realita
memaksamu untuk berkhianat dalam kehidupan. Permusuhan yang kau awali dari
sebuah pengkhianatan akan menjadi fatal akibatnya.
Sayang, realita ini tak
mengizinkan senyummu menutupinya. Justru terpancar dalam sosok yang kau
perankan.
Aku tak bisa menebak apa
yang ada dalam pikiranmu. Entah kebahagiaan, kebohongan atau penderitaan yang
terpikir olehmu. Cukup, akan kucermati pecahan kali ini.
Teriknya surya yang
memancar dalam pagiku tak bisa membangunkanku dalam mimpi yang kulihat. Rasanya
enggan sekali untuk membuka mata. Sukma ini tak kuasa menahan beban yang harus
dijalani. Malam tadi, aku menjajah kertas demi kertas untuk tugas yang kejam
namun tak berdosa. Pagi ini terasa berat.
Ponselku berbunyi.
Mataku membuka, perlahan dan menutup lagi. Nyawaku belum kembali dari
peristirahatanya. Samar, terlihat namamu dalam deretan new message. Jengkirat,
seketika semua nyawa sudah terkumpul dengan sendirinya melihat pesan darimu.
Sejuta persen, mataku
sudah terbuka. “Aku mati,” kalimat
sederhana yang kau tulis, cukup mengejutkan bagiku. Aku khawatir. Pecahan kaca
kali ini, membuatku bingung. Tak biasanya kau patah dalam senyum yang engkau
tebar.
Wait, satu jam lagi
kita akan bertemu di sekolah..
“Rur,
Ruri kesini! Cepet.” Aku menghampiri margaret yang siap
bercerita tentang kaca yang kau pecahkan. Kudengarkan dengan seksama bak anak
TK yang diajar oleh guru favoritnya.
Ohh apa lagi ini, Ya
Tuhan? Apa aku tak salah dengar. Lagi lagi realita memaksamu untuk bermain
peran yang salah. Apa kau tak punya hati sebagai pengkhianat?.
Terbongkar sudah kedokmu sekarang. hubungan spesial yang kau rajut dengan kekasih sahabatmu sendiri sudah terekam oleh bibie kehidupan. hahaahaaa lantas saja mereka memanggilmu "Kimcil" sebenarnya aku tak sependapat dengan mereka, kaupun mempunyai hak untuk dipanggil dengan sebutan namamu sendiri. entahlah~
Katamu dulu kau tak suka,
kau enggan mengkhianati sahabatmu. Aku termangu
mendengar ‘gosip’ pagi ini. Semua membencimu, tak terkecuali aku. Maaf, aku
bukan penengah yang baik.
Dentingan jam menemani pagimu kini. Sendiri, kosong bagai ruang hampa yang tersingkir oleh dunia nyata. Temanmu hilang, tiada lagi yang ingin menyandingmu sebagai seorang teman.
yaa, sekarang merekalah temanmu! kaum upay. Tak biasanya orang sepopuler kau bergaul
dengan kaum upay, kau peran utama dalam panggung ini.
Dan sepertinya, drama
diatas panggung ini akan berakhir. Dengan akhiran sad ending. Kau sudah tak punya
teman lagi, dikelas kau hanya diam dan terisolir. Sungguh melas raut wajahmu
jika kau saksikan sendiri!.
Dan sekali lagi, kau
temanku!. Sehina apapun dirimu, aku tetap menjadi temanmu. Teman yang setia
menjadi penengah dalam segala masalah. aku tahu, dengan apa yang aku lakukan satu kelas akan membenciku karena aku berteman dengamu. baiklah akan kuhampiri~
Jangan menangis! Jangan
hancurkan senyum yang membalut sedihmu. Akhiri semua ini, minta maaflah dengan
mereka demi nama baikmu.
Pecahan kaca ini
terlalu bening untuk kubersihkan nodanya. Aku tak sanggup melihat noda yang
senantiasa menjadi devil dalam hidupmu.
Dua hari telah berlalu,
kau sudah minta maaf didepan kelas dengan tetesan air mata yang bercucur jatuh
mengisi resapan karpet biru itu.
Dalam maafmu, kau tuturkan sebuah janji yang akan kau tepati untuk merubah sikapmu. semua orang diruangan ini tersentuh oleh bibir manismu yang terbalut air mata.
Ternyata aku salah.
Kukira semua ini akan sad ending, namun bagimu semua ini adalah happy ending.
Tidak!. Ini adalah Remuks ending. Ikhlas, semua tak ikhlas memaafkanmu. Toh
sama artinya, kau masih berada dalam panggung sandiwara yang dikuasai realita
ini. Semua ini kebohongan. Remuks Ending berpihak kepadamu..
dan sudah berlalu, hingga kini tak kutemukan perubahan dalam sifatmu seperti yang kau janjikan. justru semakin menjadi-jadi.. hahaahaaa inilah manusia :)
"Teman yang baik adalah ketika ia berani menanggung resiko saat membelamu,"