Sabtu, 25 Agustus 2012

Diam


DIAM


Setiap hari sepulang sekolah,Andin selalu berada di tanah lapang di tengah desanya. Ia selalu berada di sana untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Ia selalu merasa damai jika ada di tempat itu. Karna dia merasa banyak sekali kenangan yang terkubur di sana. Andin mempunyai soerang sahabat yang amat sangat setia namannya  rana. Sudah sepuluh tahun yang lalu Andin menjalin hubungan persahabatan dengan rana.

Andin : “nilai persahabatan yang ikhlas,tak mengenal dusta. Sebuah tali suci yang abadi terikat dalam
                tangan kanan kita. Tak pernah lepas entah sampai surga ataupun neraka yang memisahkan kita”
(sambil menatap lapangan yang luas itu )

Rana : “namun, jika suatu hari nanti aku mati, apakah kamu akan pergi dan melupakan aku”
            (menatap andin penuh haru).

Andin : “ya nggak mungkinlah.. dan jangan Tanya seperti itu lagi. Oke !”
            (sambil berjalan menuju rumah mereka masing-masing)

Rana : “ aku pulang dulu ya? Sampai jumpa besok.”
            (sambil melambaikan tangan kapada andin)

Mereka pun berpisah dalam sebuah jalan yang kecil di tengah sawah.
Keesokan harinya disekolah. Bel berbunyi nyaring tanda masuk kelas.

Bu simur : “ anak-anak, ada lomba membaca puisi tingkat nasional. Yang ingin mengikuti lomba itu
silahkan mendaftarkan diri dengan ibu. Biaya pendaftaran sebesar Rp.20.000,00-,”

rana : “ ndin ikut yuk, siapa tahu kita bisa menang. Kan enak, bisa di kenal banyak orang”
            (mengajak andin dan membujuknya dengan memegang lengan tangannya)

Andin : “iya deh, aku juga mau ikut. Daftar yuk..”
            (maju ke depan menghampiri bu simur)

Andin : “ bu, saya mau daftar, 2 ya? Atas nama ANDINI STEFANI MARGARA dan RANA DANIA
ANGGRAENI”

Bu simur : “ iya. Ini kwitansinya”

Setelah pulang sekolah. 

BRUK
(andin pingsan di pinggir jalan yang sepi)
Rana : “ndin,ndin, bangun. Kamu kenapa?
(wajah panik)

Rana : “tolong, tolong,tolong,”
(suara itu muncul sangat keras sekali)

Tiba-tiba bu simur datang dan segera menolongnya.

Bu simur : “ ada apa ini? Ayo bawa ke rumanya”
(berusaha membopong andin bersama rana)

Di rumah andin.

Bu simur : “ andin, sebenarnya, ada apa dengan kamu? Sebulan terakhir ini, ibu lihat kamu selalu pingsan tiba-tiba. Apakah ada sesuatu yang kamu senbunyikn dari ibu dan rana?”

Andin : “sebenarnya, begini bu, sa… sa…. Sa… sa.. sa… sa… sa.. sa.. emmm saya anu bu.
            Anu. Anu. Sa.. sa.. saya… saya.. anu bu..”
            (dengan perasaan tegang dan gugup seperti orang gagap)

Bu simur : “ apa? Kalau ngomonmg yang jelas dong!”

Rana : “ sebenarnya andin terkena kanker bu.. kanker otak stadium akhir….”
            (langsung nyambung dengan raut wajah yang sangat sedih)

Ibu simur langsung pingsan tiba-tiba.

Sebulan setelah hari itu. Lomba membaca puisi tingkat nasional yang ingin sekali diikuti andin dan rana pun sudah mrngambang di depan pintu. Mereka masih saja latihan dengan keras, tentunya dengan bimbingan ibu simur. Namun dengan keadaan andin yang kurang maksimal,andin tetap saja mengikuti latihan dengan baik.

Saat lomba itu dimulai, semua peserta dan penonton memenuhi kursi VIP dengan nomor dada yang rapid an bertuliskan namanya di badan bagian bawah

Rana : “duhhh ndin, aku gugup nih..”

Andin  : “ahh, nggak papa. Percaya aja kalau kita pasti menang.”

Saat nama peserta di panggil satu persatu.

RANA DANIA ANGGRAENI…
(terdengar nama rana yang di panggil lebih awal dari andin)
Puisi yang akan di bawakan oleh rana dania anggraeni

DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN

 Hidup bagai angin
Yang  akan membawa kita turun ke jurang
 atau bahkan,
terbang meninggi menerobos cakrawala.
Daun
 yang setia pada pohonnya
Tak berusaha melepaskan diri
Daun
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin
Namun,
Manusia bukan daun.
Bukan.
Manusia selalu iri hati.
Akankah jadi bola ?
Akankah jadi bola?
Mental kita..
masuklah…
masuklah dalam seember air sumur..
jangan kau masuki sumur api..
ingat..
DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN

Terdengar suara tepuk tangan tak beraturan dari berbagai penjuru.
Semua termenung mendengar puisi itu, tak satu pun beranjak dari tempat duduk mereka.
Komentar-komentar yang sangat baik pun terdengar dan di persembahkan untuk rana.

Sesaat di kursi peserta tempat rana dan andin duduk…
Andin : “selamat ya ran!!! Kamu hebat banget. Aku aja sampe mrinding dengarnya,”

Rana : “ah, kamu bisa aja. Makasih ya,,”

Dan sekarang pun giliran andin yang akan membacakan puisi karya sastrawan yang sama terkenalnya dengan  sania dian. Tidak salah lagi, dia adalah titania putri.
Dia selalu mendapatkan penghargaan dari berbagai acara karna puisinya yang sangat menyentuh hati orang setiap mendengarnya.

Saat nama andin disebut.

ANDINI STEFANI MARGARA.
Andin berjalan sangat pelan sekali. Hampir saja dia pingsan karena keadaanya yang sangat lemah.

Puisi yang dibawakan oleh andin.

DIAM


Diam..
Bagai nadi yang terputus oleh asa..
Bagai seruan music nan bisu..
Diam..
Sunyi..
Sepi…
Bisu..
Umur tak menjanjikan.
Pasrah..
Aku akan menuju kematianku..
Tuhan yang memilikiku..
Namun aku akan brjalan menjemput matiku sendiri…
Diam. Sepi. Sunyi. Bisu…
Itulah rasanya mati….

(tiba-tiba ambruk tak sadarkan diri)
Dan di panggung itulah tempat terakhir andin memijakkan kakinya..
Sebelum ia meninggalkan dunia ini.. Rana menangis tersedu-sedu melihat sahabatnya..

andin, you are  the best one.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar