Kamis, 23 Agustus 2012

Kekerasan Seksual #Klaten :D


Di Jawa Tengah kasus kekerasan seksual banyak terjadi di sekolah atau lingkungan pendidikan lainya, seperti pelecehan seksual, perkosaan dan eksploitasi seksual. Pelakunya tidak hanya teman korban, tetapi juga guru dan orang-orang di lingkungan pendidikan. Dalam beberapa kasus, pihak sekolah atau institusi pendidikan justru tidak melindungi dan tidak membela hak para korban bahkan kebijakan sekolah seringkali sangat merugikan korban.

Klaten adalah sebuah kabupaten kecil yang aku tinggali. Tak mau ketinggalan dengan kota kota lain, klaten juga memiliki kasus kekerasan seksual terhadap anak seperti pelecehan seksual, pemerkosaan dan eksploitasi seksual. Dalam lingkungan pendidikan kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan teman atau pacar, guru dan orang-orang di lingkungan pendidikan sepertinya sudah men(di)jadi(kan) sebuah kewajaran. Kebijakan sekolahpun selalu merugikan korban. Ahh sulit membedakan kata ‘kebijakan’ dengan ‘Kekejaman’ Zzz.

Eksploitasi Seksual yang dilakukan oleh seorang teman atau pacar sering kali muncul istilah suka sama suka yang menjadikan alasan mereka untuk berbuat hubungan intim. Padahal tidak ada istilah suka sama suka untuk anak. Seorang anak cenderung memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Ingin mencoba hal baru dengan melakukan hal ‘bodoh’ dan tidak berpikir panjang untuk apa akibat yang akan terjadi. Sebuah hal baru itu biasanya terjadi karena mereka melihat, lalu mempraktikannya. Contoh saja bokep, film porno semua itu sudah tidak asing lagi bagi siswa dan siswi sekarang ini. Tak jarang siswa-siswi SD (Sekolah Dasar) melihat video porno. Mereka akan terpengaruh oleh apa yang mereka lihat, karena tak kuasa menahan nafsu maupun emosi yang masih labil xD. Kelabilan seorang anak salah satunya adalah : jika sudah dicap sebagai anak “nakal” padahal bukan, pasti malah dilakoninya. #Versi jawa : yen wis dicap nggatel, mbok wis mending nggatel sisan :)

Maka dari sinilah riwayat buruk sang anak dimulai. Jika dari awalnya saja sudah mastrubasi saat melihat bokep, bisa menjadi suatu santapan biasa pada kalangan anak. Seterusnya anak akan ketergantungan pada video itu dan melakukan kekerasan seksual terus menerus. Tidak ada istilah suka sama suka untuk anak, semua itu baru problem pertama, dan belum anda analisa, maka banyak orang yang menyebutnya suka sama suka, padahal kekerasan seksual yang berdampak pada anak itu sangat berbahaya.

Kembali kepokok permasalahan :D. Kekerasan seksual yang dilakukan dari anak oleh anak dan untuk anak *pelajar* pastilah berakibat fatal. Pihak sekolah yang mengetahui siswanya menghamili atau dihamili akan memberikan kebijakan kepada dua belah pihak. Namun kebijakan yang diberikan oleh pihak sekolah sering kali merugikan korban. Padahal, seperti yang kita tahu bahwa ‘Kebijakan’ berasal dari kata ‘Bijak’ yang mendapat imbuhan Ke-an. So, tetap saja kata dasarnya adalah ‘b i j a k’ Zzz. Namun kenyataanya itu semua bukan bijak, melainkan Kekejaman xD. Bukankah bijak adalah ketepatan berpikir dalam mengambil keputusan yang  bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain ? *hah masih misterius mana yang kejam mana bijak*

Kebijakan sekolah dalam mengambil keputusan memang selalu merugikan korban dan mendiskriminasi antara korban dengan pelakunya. Tidak bermanfaat untuk pihak korban, bahkan malah merugikan dalam arti menjerumuskan. 

Perempuan. Perempuan adalah korban yang menanggung banyak beban. Kekerasan seksual yang dilakukan akan berakibat pada fisik dan psikisnya. Pada fisik, pastinya mengalami rasa sakit pada alat vital atau organ tertentu. Mengandung ? pastinya dia juga akan mengandung seorang bayi. Pada psikisnya, cenderung mengalami tekanan batin atas semua penyesalannya. Menanggung rasa malu atas cibiran orang, mengalami trauma pula.

Belum lagi atas kebijakan pihak sekolah yaitu mengeluarkan siswi yang hamil diluar nikah. Itu buka kebijakan namun kekejaman belaka. Hah sekarang pikir saja secara logis, jika seorang anak dikeluarkan dari sekolah dan tidak mendapatkan kesempatan untuk menuntut ilmu bagaimana dengan masa depannya ? bagaimana interaksinya dengan lingkungan ? pastinya akan dikucilkan. Sedangkan anak adalah generasi bangsa yang akan memimpin negara ini dimasa mendatang. Jika mulai dari sekarang sekolah menerapkan kebijakan dengan mengeluarkan siswi yang hamil diluar nikah tentu negara ini akan menjadi remuks karena anak didik mereka akan melakukan hal tersebut nantinya Zzz.
Sudah dikeluarkan dari sekolah, beban fisik, beban psikis karena malu pula. Sebeginikah nasib korban yang selalu di persulitkan posisinya?. Bbehh lain halnya dengan pelaku, siswa laki-laki jarang mendapatkan kebijakan seperti korban perempuan. Malah pihak sekolah kerap meminta agar sang pelaku kembali ke sekolah seperti sedia kala.  Meninggalkan tanggung jawab atas perbuatanya.

Hah negara ini masih mencintai adat diskriminasi. Pembedaan antara kamu laki-laki dan perempuan terlihat sangat jelas. Kebijakan sekolah yang merugikan korban yang seharusnya dilindungi dan dibela malah berbalik Zzz. Sekali lagi ini bukan kebijakan. Pihak sekolah hanya mengambil kebijakan yang bermanfaat untuk sekolah hanya karena tak ingin nama baik sekolahnya tercemar. Mereka berpikir jika salah seorang siswanya ada yang hamil diluar nikah akan berakibat buruk terhadap nama baik sekolahnya. Akan mendapatkan kritikkan negatif dari masyarakat. Padahal jika setiap sekolah dijawa tengah mengeluarkan satu anak didiknya karena hamil diluar nikah setiap tahunya, hitung saja berapa banyak aset bangsa yang hilang :(. Kebijakan dengan kekejaman itu beda tipis di indonesia :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar