Di Jawa Tengah
kasus kekerasan seksual banyak terjadi di sekolah atau lingkungan pendidikan
lainya, seperti pelecehan seksual, perkosaan dan eksploitasi seksual. Pelakunya
tidak hanya teman korban, tetapi juga guru dan orang-orang di lingkungan
pendidikan. Dalam beberapa kasus, pihak sekolah atau institusi pendidikan
justru tidak melindungi dan tidak membela hak
para korban bahkan kebijakan
sekolah seringkali sangat merugikan korban.
Klaten adalah sebuah
kabupaten kecil yang aku tinggali. Tak mau ketinggalan dengan kota kota lain,
klaten juga memiliki kasus kekerasan seksual terhadap anak seperti pelecehan
seksual, pemerkosaan dan eksploitasi seksual. Dalam lingkungan pendidikan kasus
kekerasan terhadap anak yang dilakukan teman atau pacar, guru dan orang-orang
di lingkungan pendidikan sepertinya sudah men(di)jadi(kan) sebuah kewajaran.
Kebijakan sekolahpun selalu merugikan korban. Ahh sulit membedakan kata
‘kebijakan’ dengan ‘Kekejaman’ Zzz.
Eksploitasi Seksual
yang dilakukan oleh seorang teman atau pacar sering kali muncul istilah suka
sama suka yang menjadikan alasan mereka untuk berbuat hubungan intim. Padahal
tidak ada istilah suka sama suka untuk anak. Seorang anak cenderung memiliki
rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Ingin mencoba hal baru dengan melakukan hal
‘bodoh’ dan tidak berpikir panjang untuk apa akibat yang akan terjadi. Sebuah
hal baru itu biasanya terjadi karena mereka melihat, lalu mempraktikannya.
Contoh saja bokep, film porno semua itu sudah tidak asing lagi bagi siswa dan
siswi sekarang ini. Tak jarang siswa-siswi SD (Sekolah Dasar) melihat video
porno. Mereka akan terpengaruh oleh apa yang mereka lihat, karena tak kuasa
menahan nafsu maupun emosi yang masih labil xD. Kelabilan seorang anak salah
satunya adalah : jika sudah dicap sebagai anak “nakal” padahal bukan, pasti
malah dilakoninya. #Versi jawa : yen wis
dicap nggatel, mbok wis mending nggatel sisan :)
Maka dari sinilah
riwayat buruk sang anak dimulai. Jika dari awalnya saja sudah mastrubasi saat
melihat bokep, bisa menjadi suatu santapan biasa pada kalangan anak. Seterusnya
anak akan ketergantungan pada video itu dan melakukan kekerasan seksual terus
menerus. Tidak ada istilah suka sama suka untuk anak, semua itu baru problem
pertama, dan belum anda analisa, maka banyak orang yang menyebutnya suka sama
suka, padahal kekerasan seksual yang berdampak pada anak itu sangat berbahaya.
Kembali kepokok
permasalahan :D. Kekerasan seksual yang dilakukan dari anak oleh anak dan untuk
anak *pelajar* pastilah berakibat fatal. Pihak sekolah yang mengetahui siswanya
menghamili atau dihamili akan memberikan kebijakan kepada dua belah pihak.
Namun kebijakan yang diberikan oleh pihak sekolah sering kali merugikan korban.
Padahal, seperti yang kita tahu bahwa ‘Kebijakan’ berasal dari kata ‘Bijak’
yang mendapat imbuhan Ke-an. So, tetap saja kata dasarnya adalah ‘b i j a k’
Zzz. Namun kenyataanya itu semua bukan bijak, melainkan Kekejaman xD. Bukankah
bijak adalah ketepatan berpikir dalam mengambil keputusan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain ?
*hah masih misterius mana yang kejam mana bijak*
Kebijakan sekolah dalam
mengambil keputusan memang selalu merugikan korban dan mendiskriminasi antara
korban dengan pelakunya. Tidak bermanfaat untuk pihak korban, bahkan malah
merugikan dalam arti menjerumuskan.
Perempuan. Perempuan
adalah korban yang menanggung banyak beban. Kekerasan seksual yang dilakukan
akan berakibat pada fisik dan psikisnya. Pada fisik, pastinya mengalami rasa
sakit pada alat vital atau organ tertentu. Mengandung ? pastinya dia juga akan
mengandung seorang bayi. Pada psikisnya, cenderung mengalami tekanan batin atas
semua penyesalannya. Menanggung rasa malu atas cibiran orang, mengalami trauma
pula.
Belum lagi atas
kebijakan pihak sekolah yaitu mengeluarkan siswi yang hamil diluar nikah. Itu
buka kebijakan namun kekejaman belaka. Hah sekarang pikir saja secara logis,
jika seorang anak dikeluarkan dari sekolah dan tidak mendapatkan kesempatan
untuk menuntut ilmu bagaimana dengan masa depannya ? bagaimana interaksinya
dengan lingkungan ? pastinya akan dikucilkan. Sedangkan anak adalah generasi
bangsa yang akan memimpin negara ini dimasa mendatang. Jika mulai dari sekarang
sekolah menerapkan kebijakan dengan mengeluarkan siswi yang hamil diluar nikah
tentu negara ini akan menjadi remuks karena anak didik mereka akan melakukan
hal tersebut nantinya Zzz.
Sudah dikeluarkan dari
sekolah, beban fisik, beban psikis karena malu pula. Sebeginikah nasib korban
yang selalu di persulitkan posisinya?. Bbehh lain halnya dengan pelaku, siswa
laki-laki jarang mendapatkan kebijakan seperti korban perempuan. Malah pihak
sekolah kerap meminta agar sang pelaku kembali ke sekolah seperti sedia
kala. Meninggalkan tanggung jawab atas
perbuatanya.
Hah negara ini masih
mencintai adat diskriminasi. Pembedaan antara kamu laki-laki dan perempuan
terlihat sangat jelas. Kebijakan sekolah yang merugikan korban yang seharusnya
dilindungi dan dibela malah berbalik Zzz. Sekali lagi ini bukan kebijakan.
Pihak sekolah hanya mengambil kebijakan yang bermanfaat untuk sekolah hanya
karena tak ingin nama baik sekolahnya tercemar. Mereka berpikir jika salah
seorang siswanya ada yang hamil diluar nikah akan berakibat buruk terhadap nama
baik sekolahnya. Akan mendapatkan kritikkan negatif dari masyarakat. Padahal
jika setiap sekolah dijawa tengah mengeluarkan satu anak didiknya karena hamil
diluar nikah setiap tahunya, hitung saja berapa banyak aset bangsa yang hilang :(.
Kebijakan dengan kekejaman itu beda tipis di indonesia :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar